Archive for category Tafsir

Jangan Sia-siakan Sholat Bung

Allah ‘Azza wa jalla berfirman:
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا إِلا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلا يُظْلَمُونَ شَيْئًا
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh”.(Maryam: 59-60)

Ibnu Abbas Rodhiallahu’anhuma herkata,
ليس معنى أضاعوها تركوها بالكلية ولكن أخروها عن أوقاتها
”Makna menyia-nyiakan shalat bukanlah meninggakannya sama sekali. Tetapi mengakhirkannya dari waktu yang seharusnya.” (Ibnu Jarir (16/75))

Imam para tabi’in, Said bin Musayyab Rohimahulloh berkata,
هو أن لا يصلي الظهر حتى يأتي العصر ولا يصلي العصر إلى المغرب ولا يصلي المغرب الى العشاء ولا يصلي العشاء الى الفجر ولا يصلي الفجر إلى طلوع الشمس فمن مات وهو مصر على هذه الحالة ولم يتب وعده الله بغي وهو واد في جهنم بعيد قعره خبيث طعمه
“Maksudnya adalah orang itu tidak mengerjakan shalat Zhuhur sehingga datang waktu Ashar. Tidak mengerjakan shalat Ashar sehingga datang waktu Maghrib. Tidak shalat Maghrib sampai datang Isya’. Tidak shalat ‘Isya’ sampai fajar menjelang. Tidak shalat Shubuh sampai matahari terbit. Barangsiapa mati dalam keadaan terus-menerus melakukann hal ini dan tidak bertaubat, Allah menjanjikan baginya ‘Ghayy’, yaitu lembah di neraka Jahannam yang sangat dalam dasarnya lagi sangat tidak enak rasanya.” (Al-Kaba’ir)

Nabi Sholallahu’alaihi wa sallam bersabda:
العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة فمن تركها فقد كفر
Sesungguhnya ikatan (pembeda) antara kita dengan mereka adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya, maka telah kafirlah ia” (Ahmad (5/346), At-Tirmidzi (2621), An-Nasa’i (1/231), Ibnu Majah (1079), dll)

Beliau juga bersabda:
Batas antara seorang hamba dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Ahmad (3/370). Muslim (82), At-Tirmidzi (2618))

Rasulullah Sholallahu’alaihi wa sallam juga bersabda:
Barangsiapa tidak mengerjakan shalat ‘Ashar, terhapuslah amalnya.” (Ahmad (5/349), Al-Bukhari (553). An-Nasa’i (1/236). Ibnu Majah (694))

Juga,
Barangsiapa meninggalkan shalat dengan sengaja. sungguh telah lepaslah jaminan dari Allah.” (HR. Ahmad (5/238). Ath-Thabrani dalam Al-Kabir)

Kala Umar bin Khattab terluka karena tusukan seseorang mengatakan,
الصلاة يا أمير المؤمنين قال نعم أما إنه لا حظ لأحد في الإسلام أضاع الصلاة وصلى رضي الله عنه وجرحه يثعب دما
“Anda tetap ingin mengerjakan shalat, wahai Amirul Mukminin?”. Beliau Radhiallahu’anhu berkata: “Ya, dan sungguh tidak ada tempat dalam Islam bagi yang menyia-nyiakan shalat.”, jawabnya. Lalu ia pun mengerjakan shalat meski dari lukanya mengalir darah yang cukup banyak. (HR. Ahmad, Ibnu Sa’ad (3/350), Muhammad bin Nashr dalam Ash-Shalah (925) Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Iman (103), dan Ad-Daruquthni (2/52).

Abdullah bin Syaqiq -seorang tabi’in- menuturkan,
كان أصحاب رسول الله لا يرون شيئا من الأعمال تركه كفر غير الصلاة
“Tidak ada satu amalan pun yang meninggalkannya dianggap kufur oleh para sahabat selain shalat.” (HR. Ibnu Abi Syaibah; At-Tirmidzi (2622)

Ali bin Abi Thalib pernah ditanya tentang seorang wanita yang tidak shalat, menjawab,
من لم يصل فهو كافر
“Barangsiapa tidak shalat telah kafirlah ia.” (HR. Ibnu Abi Syaibah secara marfu’; Shahih At-Targhib (230))

Ibnu Masud berkata,
من لم يصل فلا دين له
“Barangsiapa tidak shalat maka ia tidak mempunyai dien.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Iman (2/184); Ath-Thabrani dalam Al-Kabir)

Ibnu ‘Abbas berkata,
من ترك صلاة واحدة متعمدا لقي الله تعالى وهو عليه غضبان
“Barangsiapa meninggalkan shalat dengan sengaja sekali saja niscaya akan menghadap Allah yang dalam keadaan murka kepadanya.” (Muhammad bin Nashr secara mauquf; Al-Kaba’ir)

‘Aun bin Abdullah berkata,
إن العبد إذا أدخل قبره سئل عن الصلاة أول شيء يسأل عنه فإن جازت له نظر فيما دون ذلك من عمله وإن لم تجز له لم ينظر في شيء من عمله بعد
“Apabila seorang hamba dimasukkan ke dalam kuburnya, ia akan ditanya tentang shalat sebagai sesuatu yang pertama kali ditanyakan. Jika baik barulah amal-amalnya yang lain dilihat. Sebaliknya jika tidak baik, tidak ada satu amalan pun yang dilihat (dianggap tidak baik semuanya).” (Al-Kaba’ir)

Marilah kita memohon taufiq kepada Allah, sesungguhnya Dia Maha Pemurah dan Maha Pengasih diantara mereka yang mengasihi.

*** Wallahu A’lam ***

, , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar

Kehebatan Ucapan “Insya Allah”

وَلا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَى أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لأقْرَبَ مِنْ هَذَا رَشَدًا

“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut): “Insya Allah”. Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini” (Q.S Al-Kahfi 23:24)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ عَلَيْهِمَا السَّلَام لَأَطُوفَنَّ اللَّيْلَةَ بِمِائَةِ امْرَأَةٍ تَلِدُ كُلُّ امْرَأَةٍ غُلَامًا يُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَقَالَ لَهُ الْمَلَكُ قُلْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ فَلَمْ يَقُلْ وَنَسِيَ فَأَطَافَ بِهِنَّ وَلَمْ تَلِدْ مِنْهُنَّ إِلَّا امْرَأَةٌ نِصْفَ إِنْسَانٍ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ قَالَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَمْ يَحْنَثْ وَكَانَ أَرْجَى لِحَاجَتِهِ

“Dari Abu Hurairah ia berkata; Sulaiman bin Dawud ‘Alaihimas Salam berkata, “Pada malam ini, aku benar-benar akan menggilir seratus orang isteri, sehingga setiap wanita akan melahirkan seroang anak yang berjihad di jalan Allah.

” Lalu Malaikat pun berkata padanya, “Katakanlah Insya Allah.” Namun ternyata ia tidak mengatakannya dan lupa. Kemudian ia pun menggilir pada malam itu, namun tak seorang pun dari mereka yang melahirkan, kecuali seorang wanita yang berbentuk setengah manusia.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sekiranya ia mengatakan Insya Allah niscaya ia tidak akan membatalkan sumpahnya, dan juga hajatnya akan terkabulkan.” (Riwayat Bukhari no. 5242)

يَحْفِرُونَهُ كُلَّ يَوْمٍ، حَتَّى إِذَا كَادُوا يَخْرِقُونَهُ قَالَ الَّذِي عَلَيْهِمْ: ارْجِعُوا فَسَتَخْرِقُونَهُ غَدًا، فَيُعِيدُهُ اللَّهُ كَأَشَدِّ مَا كَانَ، حَتَّى إِذَا بَلَغَ مُدَّتَهُمْ وَأَرَادَ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَهُمْ عَلَى النَّاسِ. قَالَ الَّذِي عَلَيْهِمْ: ارْجِعُوا فَسَتَخْرِقُونَهُ غَدًا إِنْ شَاءَ اللَّهُ وَاسْتَثْنَى “، قَالَ: ” فَيَرْجِعُونَ فَيَجِدُونَهُ كَهَيْئَتِهِ حِينَ تَرَكُوهُ فَيَخْرِقُونَهُ، فَيَخْرُجُونَ عَلَى النَّاسِ، فَيَسْتَقُونَ المِيَاهَ، وَيَفِرُّ النَّاسُ مِنْهُمْ، فَيَرْمُونَ بِسِهَامِهِمْ فِي السَّمَاءِ فَتَرْجِعُ مُخَضَّبَةً بِالدِّمَاءِ، فَيَقُولُونَ: قَهَرْنَا مَنْ فِي الأَرْضِ وَعَلَوْنَا مَنْ فِي السَّمَاءِ، قَسْوَةً وَعُلُوًّا، فَيَبْعَثُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ نَغَفًا فِي أَقْفَائِهِمْ فَيَهْلِكُونَ، فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ إِنَّ دَوَابَّ الأَرْضِ تَسْمَنُ وَتَبْطَرُ وَتَشْكَرُ شَكَرًا مِنْ لُحُومِهِمْ

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam tentang dinding (yang dibangun Dzulqarnain) beliau bersabda:

“Setiap hari mereka (Ya`juj dan Ma`juj) menggalinya, sehingga ketika dinding itu hampir mereka menembusnya, pemimpinnya mengatakan: Sekarang pulanglah kalian, karena esok hari kalian pasti bisa menembusnya! tetapi Allah mengembalikannya seperti semula. dan keesokan harinya, ketika Allah hendak mengutus mereka kepada manusia, pemimpin mereka berkata: ‘Sekarang pulanglah kalian, karena esok hari kalian akan merobohkannya jika Allah menghendaki” ia mengucapkan insya Allah.”

Beliau bersabda: “Pulanglah mereka dan mendapatinya seperti keadaanya semula saat mereka tinggalkan lalu mereka merobohkannya dan menyerang orang-orang, lalu mereka meminum air dan berlarilah orang-orang menghindari mereka, mereka pun melepaskan anak panah ke langit dan seketika itu juga panah tersebut berlumuran darah.

Lantas mereka berkata: “Kita telah menaklukan penduduk bumi dan menguasai yang berada di langit secara paksa.” Lalu Allah mengirim ulat pada tengkuk mereka, demi Dzat yang jiwaku ada dalam tangannya, sesungguhnya hewan-hewan bumi menjadi gemuk, gesit dan sangat berterima kasih karena daging-daging mereka.” (HR. Tirmidzi no. 3153)

Wallahu A’lam

, , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar

Ketika Harus Berjidal Atau Meninggalkannya

Ketika Harus Berjidal

Al jidal bentuk masdar dari jadil dan al jadl, yang berarti menghadapi lawan untuk mengalahkannya. Di dalam al Qamus, al jadl berarti membingungkan lawan. Intinya jidal adalah menjatuhkan hujjah lawan lewat perdebatan.

Imam Nawawi Rahimahullah berkata:
اعلم أن الجدال قد يكون بحق وقد يكون بباطل
“Ketahuilah bahwa jidal (perdebatan) itu kadangkala benar dan kadang pula salah….” (Al-Kaba’ir, Imam Adz-Dzahabi)

Imam Nawawi melanjutkan:
فإن كان الجدال للوقوف على الحق وتقريره كان محمودا وإن كان في مدافعة الحق أو كان جدالا بغير علم كان مذموما وعلى هذا التفصيل تنزل النصوص الواردة في إباحته وذمه والمجادلة والجدال بمعنى واحد
“Apabila perdebatan itu ditujukan untuk mencari atau menetapkan kebenaran, maka itu adalah terpuji, dan jika untuk menolak kebenaran atau berdepat TANPA LANDASAN ILMU, maka itu tercela. Atas dasar inilah turun nash yang memerintahkan kebolehan dan celaan terhadap perdebatan itu”. (Al-Kaba’ir, Imam Adz-Dzahabi)

Berbantahan dan berdebat dalam urusan agama terbagi menjadi dua:

1. Apabila bertujuan untuk memenangkan al-haq dan meruntuhkan kebatilan maka hukumnya terkadang wajib dan terkadang sunnah tergantung kondisinya.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” (Q.S An-Nahl: 125)

Imam Ibnu Katsir berkata di dalam Tafsirnya:
أي من احتاج منهم إلى مناظرة وجدال فليكن بالوجه الحسن برفق ولين وحسن خطاب كقوله تعالى
Yakni terhadap orang-orang yang dalam rangka menyeru mereka (dalam kebaikan) diperlukan perdebatan dan bantahan. Maka hendaklah hal ini dilakukan dengan cara yang baik. Yaitu dengan lemah lembut, tutur kata yang baik serta cara yang bijak. Ayat ini sama pengertiannya dengan ayat lain yang disebutkan oleh firman-Nya:

ولا تجادلوا أهل الكتاب إلا بالتي هي أحسن إلا الذين ظلموا منهم
“Dan janganlah kalian berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka ….” (Q.S Al-‘Ankabut: 46)

Intinya, Jidal harus syarat dengan ‘ilmu, hikmah dan akhlak yang baik tanpa mengedepankan emosi.

2. Apabila bertujuan untuk sekedar membebani diri sendiri atau membela diri dengan kebatilan maka hukumnya tercela dan terlarang.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
مَا يُجَادِلُ فِي آيَاتِ اللَّهِ إِلا الَّذِينَ كَفَرُوا
“Tidak ada yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah, kecuali orang-orang yang kafir…” (Q.S Al-Mu’min: 4)

وَجَادَلُوا بِالْبَاطِلِ لِيُدْحِضُوا بِهِ الْحَقَّ فَأَخَذْتُهُمْ فَكَيْفَ كَانَ عِقَابِ
“dan mereka membantah dengan (alasan) yang batil untuk melenyapkan kebenaran dengan yang batil itu; karena itu Aku azab mereka. Maka betapa (pedihnya) azab-Ku?” (Q.S Al-Mu’min: 5)

Imam Ghozali berkata:
اعلم أن الذم المتأكد إنما هو لمن خاصم بالباطل وبغير علم كوكيل القاضي فإنه يتوكل في الخصومة قبل أن يعرف الحق في أي جانب هو فيخاصم بغير علم
“Ketahuilah bahwa celaan yang keras itu sebenarnya ditujukan kepada orang yang bersengketa dengan kebatilan tanpa dasar ilmu, seperti seorang pengacara, ia memulai persengketaan sebelum mengetahui kebenaran dan di pihak mana ia berada, maka di situlah ia bersengketa tanpa ‘ilmu”. (Al-Kaba’ir, Imam Adz-Dzahabi)

Kesimpulannya, bila telah tegak hujjah dalil yang haq kepada kita, maka tidaklah layak kita untuk membantahnya. Dari Abu Umamah, Rasulullah Sholallahu’alaihi wa sallam bersabda:
ما ضل قوم بعد هدى كانوا عليه إلا أوتوا الجدل ثم تلا رسول الله صلى الله عليه وسلم هذه الآية { ما ضربوه لك إلا جدلا بل هم قوم خصمون }
“Suatu kaum tidak akan tersesat sesudah mendapat petunjuk kecuali apabila mereka melakukan perdebatan. Kemudian beliau membaca ayat “Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, Sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar” (Q.S Az-Zukhruf: 58). (HR. Tirmidzi no. 3253; Ibnu Majah no. 48; Ahmad, al-Hakim)

Lalu berkaitan dengan orang-orang yang ngeyel ketika dalil telah disampaikan berkali-kali, namun mereka masih membantah dan mencari pembenaran. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang sesat dari jalan-Nya ….” (Q.S An-Nahl: 125)

Imam Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya:
أي قد علم الشقي منهم والسعيد وكتب ذلك عنده وفرغ منه فادعهم إلى الله ولا تذهب نفسك على من ضل منهم حسرات فإنه ليس عليك هداهم إنما أنت نذير عليك البلاغ وعلينا الحساب
“Sesungguhnya Allah telah mengetahui siapa yang celaka dan siapa yang berbahagia di antara mereka, dan hal tersebut telah dicatat di sisi-Nya serta telah dirampungkan kepastiannya. Maka serulah mereka untuk menyembah Allah, dan janganlah kamu merasa kecewa (bersedih hati) terhadap orang yang sesat di antara mereka. Karena sesungguhnya bukanlah tugasmu memberi mereka petunjuk. Sesungguhnya tugasmu hanyalah menyampaikan, dan kamilah yang akan menghisab”

Dalam ayat lain disebutkan oleh firman-Nya:
إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi” (Q.S Al-Qoshos: 56)

لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ
“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk siapa yang dikehendaki-Nya” (Q.S Al-Baqoroh: 272)

Dan Hendaklah lebih utama meninggalkan perdebatan dengan mereka.
عن أبي أمامة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أنا زعيم ببيت في ربض الجنة لم ترك المراء وإن كان محقا وببيت في وسط الجنة لمن ترك الكذب وإن كان مازحا وببيت في أعلى الجنة لمن حسن خلقه

“Dari Abi Umamah, dia berkata: Rasulullah Sholallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Aku dapat menjamin sebuah rumah di kebun surga untuk orang yang meninggalkan perdebatan meskipun dia benar. Dan (menjamin sebuah rumah) di pertengahan surga bagi orang yang tidak berdusta meskipun bergurau. Dan (menjamin sebuah rumah) di bagian yang tinggi dari surga bagi orang yang baik budi pekertinya:” (HR. Abu Dawud no. 4800, Imam Baihaqi dalam Sunanul kubro no. 21176, Mu’jam Al-Ausath Imam Ath-Thabrani no. 4693, dalam Mu’jam al-Kabir no. 7488)

Image

Wallahu A’lam

, , , ,

Tinggalkan komentar

Bantahlah Mereka Dengan Baik

وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” Q.S An-Nahl: 125

أي من احتاج منهم إلى مناظرة وجدال فليكن بالوجه الحسن برفق ولين وحسن خطاب كقوله تعالى
Yakni terhadap orang-orang yang dalam rangka menyeru mereka (dalam kebaikan) diperlukan perdebatan dan bantahan. Maka hendaklah hal ini dilakukan dengan cara yang baik. Yaitu dengan lemah lembut, tutur kata yang baik serta cara yang bijak. Ayat ini sama pengertiannya dengan ayat lain yang disebutkan oleh firman-Nya:

ولا تجادلوا أهل الكتاب إلا بالتي هي أحسن إلا الذين ظلموا منهم
“Dan janganlah kalian berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka ….” Q.S Al-‘Ankabut: 46

فأمر تعالى بلين الجانب كما أمر به موسى وهارون عليهما السلام حين بعثهما إلى فرعون في قوله
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk bersikap lemah lembut, seperti halnya yang telah Dia perintahkan kepada Musa dan Harun, ketika keduanya diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Fir’aun, yang kisahnya disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui firman-Nya:

فقولا له قولا لينا لعله يتذكر أو يخشى
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut” Q.S Thoha: 44

Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

إن ربك هو أعلم بمن ضل عن سبيله
“Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang sesat dari jalan-Nya ….” Q.S An-Nahl: 125

أي قد علم الشقي منهم والسعيد وكتب ذلك عنده وفرغ منه فادعهم إلى الله ولا تذهب نفسك على من ضل منهم حسرات فإنه ليس عليك هداهم إنما أنت نذير عليك البلاغ وعلينا الحساب
Sesungguhnya Allah telah mengetahui siapa yang celaka dan siapa yang berbahagia di antara mereka, dan hal tersebut telah dicatat di sisi-Nya serta telah dirampungkan kepastiannya. Maka serulah mereka untuk menyembah Allah, dan janganlah kamu merasa kecewa (bersedih hati) terhadap orang yang sesat di antara mereka. Karena sesungguhnya bukanlah tugasmu memberi mereka petunjuk. Sesungguhnya tugasmu hanyalah menyampaikan, dan kamilah yang akan menghisab.
Dalam ayat lain disebutkan oleh firman-Nya:

إنك لا تهدي من أحببت
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi” Q.S Al-Qoshos: 56

ليس عليك هداهم ولكن الله يهدي من يشاء
“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk siapa yang dikehendaki-Nya” Q.S Al-Baqoroh: 272

Sumber: Tafsir Ibnu Katsir

, ,

Tinggalkan komentar

Masuk Surga Karena Rahmat Allah

Ingin Meminang Bidadari, Siapkan Maharnya !!!

يَا عِبَادِ لَا خَوْفٌ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ وَلَا أَنتُمْ تَحْزَنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِآيَاتِنَا وَكَانُوا مُسْلِمِينَ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ أَنتُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ تُحْبَرُونَ يُطَافُ عَلَيْهِم بِصِحَافٍ مِّن ذَهَبٍ وَأَكْوَابٍ وَفِيهَا مَا تَشْتَهِيهِ الْأَنفُسُ وَتَلَذُّ الْأَعْيُنُ وَأَنتُمْ فِيهَا خَالِدُونَ وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Hai hamba-hamba-Ku, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari ini dan tidak pula kamu bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami dan adalah mereka dahulu orang-orang yang berserah diri. Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan istri-istri kamu digembirakan. Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, dan piala-piala dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya. Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan”. (Q.S Az-Zukhruf: 68-72)

أي أعمالكم الصالحة كانت سببا لشمول رحمة الله إياكم فإنه لا يدخل أحدا عمله الجنة ولكن برحمة الله وفضله وإنما الدرجات ينال تفاوتها بحسب الأعمال الصالحات
Ibnu Katsir berkata: “Maksud ayat di atas adalah ‘amal sholeh kalian menjadi faktor yang menyebabkan rahmat Allah dapat meliputi kalian. Sesungguhnya, tidaklah seseorang masuk ke dalam surga karena ‘amalnya melainkan rahmat dan anugerah Allah. Sementara keterpautan derajat surga yang diperoleh ditentukan oleh ‘amal sholeh”. (Tafsir Ibnu Katsir)

Ibnu Rojab Rahimahullah berkata: “Membangun bangunan jannah dan menanam pohon dapat terwujud dengan amal sholeh anak Adam, seperti berdzikir dan perbuatan yang sejenisnya. Begitu juga, kadar kecantikan bidadari dan istri penghuni jannah serta fasilitas lain yang ada di jannah akan semakin bertambah seiring semakin baiknya amal sholeh para penghuni jannah. Begitu juga naar jahannam, tempatnya akan semakin mengakar dan alat-alat untuk menyiksa semakin bertambah seiring bertambahnya dosa dan kesalahan anak Adam, serta murka Rabb Subhanahu wa Ta’ala” (Lihat Mukhtasar Washfi An-Naar, karya Ibnu Rojab)

***Wallahu A’lam***

Tinggalkan komentar

  • Kajian.Net
  • Kategori

  • rindusunnah.com
  • Calendar

    Mei 2024
    S S R K J S M
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031